Sabtu, 23 Februari 2013

Kebutuhan dan Kebijakan Kurikulum indonesia



Penyusunan kurikulum didasarkan kepada prinsip kebutuhan yang berorientasi kepada konsep link and match. Kompetitif yang sehat dalam dunia pendidikan yang dimulai dengan kurikulum yang proporsional  melahirkan sumber daya manusia yang profesional, akuntabel.
Lahirnya kurikulum dari berbagai daerah setingkat propinsi akan membuahkan berbagai keuntungan antara lain:
1)     Daerah memiliki potensi untuk berkembang pesat,
2)     Pengelolaan sumber daya alam yang terarah,
3)     Pemanfaatan sumber daya manusia lokal sebagai buah dari out put pendidikan.
4)     Kompetisi yang sehat antarwilayah dengan berbagai program keunggulan.
5)     Tidak berlakunya Ujian Nasional sebagai syarat keberhasilan belajar.
6)     Pendidikan menjadi kebutuhan untuk hidup, bukan hidup untuk pendidikan.


·          SUDAHKAH PENDIDIKAN MENJADI SUATU KEBUTUHAN HIDUP?

Pertanyaan di atas hendaknya dijadikan bahan pemikiran yang serius bagi para birokrat penentu kebijakan pendidikan dalam mengembangkan sistem pendidikan yang lebih baik dan berorientasi kepada kebutuhan hidup sehingga membuahkan hasil, dan benar-benar pendidikan itu dijadikan sebagai suatu kebutuhan untuk hidup dalam tanda kutip layak sesuai dengan proporsinya.
Untuk menjawab  pertanyaan itu, maka harus dimulai dengan itikad baik para pemegang kebijakan pendidikan yang berorientasi kepada konsistensi dan konsekuensi  logis dalam menentukan system pendidikan yang diaplikasikan dalam kurikulum.
Setiap tahun ratusan ribu out put sekolah menengah dan ribuan out put perguruan tinggi menjadi PR bagi pemerintah dalam mencari solusi penyaluran kerja bagi pengangguran terselubung tersebut. Lapangan kerja semakin sempit sebagai dampak teknologi dan ekonomi global yang tidak bisa dihindari. Bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup dari bekal pendidikan yang diperoleh semasa sekolah tanpa bekal keterampilan hidup.

·        RESONANSI
Di era kesemrawutan dan ketidakmenentuan global, sistem pendidikan yang diaplikasikan dalam kurikulum tidak mungkin terakomodir dengan sistem penerapan kurikulum yang bersifat centralistik (centralistic curiculum).
Kompetensi wilayah, kultur, dan demografi akan membentuk keragaman kompetensi kolektif sebagai bahan kajian ulang penerapan kurikulum nasional dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
Pemberlakuan Ujian Nasional sebagai syarat bagi siswa lulus belajar secara nasional, merupakan penyimpangan dari hakikat belajar yang sebenarnya. Sehingga terkesan bahwa belajar hanya dituntut mampu menjawab soal, bukan memecahkan persoalan. Pendidikan seharusnya memberikan ketentraman kepada peserta didik, kepada masyarakat belajar bukan sebaliknya malah memberikan kecemasan dan ketidaknyamanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar