Penyusunan kurikulum didasarkan kepada prinsip kebutuhan yang berorientasi kepada
konsep link and match. Kompetitif
yang sehat dalam dunia pendidikan yang dimulai dengan kurikulum yang
proporsional melahirkan sumber daya
manusia yang profesional, akuntabel.
Lahirnya kurikulum dari berbagai daerah setingkat propinsi akan membuahkan berbagai
keuntungan antara lain:
1)
Daerah memiliki
potensi untuk berkembang pesat,
2)
Pengelolaan
sumber daya alam yang terarah,
3)
Pemanfaatan
sumber daya manusia lokal sebagai buah dari out put pendidikan.
4)
Kompetisi yang
sehat antarwilayah dengan berbagai program keunggulan.
5)
Tidak berlakunya
Ujian Nasional sebagai syarat keberhasilan belajar.
6)
Pendidikan menjadi kebutuhan untuk hidup, bukan hidup untuk pendidikan.
·
SUDAHKAH
PENDIDIKAN MENJADI SUATU KEBUTUHAN HIDUP?
Pertanyaan di
atas hendaknya dijadikan bahan pemikiran yang serius bagi para birokrat penentu
kebijakan pendidikan dalam mengembangkan sistem pendidikan yang lebih baik dan
berorientasi kepada kebutuhan hidup sehingga membuahkan hasil, dan benar-benar
pendidikan itu dijadikan sebagai suatu kebutuhan untuk hidup dalam tanda kutip layak sesuai dengan
proporsinya.
Untuk
menjawab pertanyaan itu, maka harus dimulai
dengan itikad baik para pemegang kebijakan pendidikan yang berorientasi kepada konsistensi dan konsekuensi logis
dalam menentukan system pendidikan yang diaplikasikan dalam kurikulum.
Setiap tahun ratusan ribu out put sekolah menengah
dan ribuan out put perguruan tinggi menjadi
PR bagi pemerintah dalam mencari solusi penyaluran kerja bagi pengangguran
terselubung tersebut. Lapangan kerja semakin sempit
sebagai dampak teknologi dan ekonomi global yang tidak bisa dihindari.
Bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup dari bekal pendidikan yang
diperoleh semasa sekolah tanpa bekal keterampilan hidup.
·
RESONANSI
Di era kesemrawutan dan ketidakmenentuan global, sistem pendidikan yang
diaplikasikan dalam kurikulum tidak mungkin terakomodir dengan sistem penerapan
kurikulum yang bersifat centralistik (centralistic
curiculum).
Kompetensi wilayah, kultur, dan demografi akan membentuk keragaman
kompetensi kolektif sebagai bahan kajian ulang penerapan kurikulum nasional
dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
Pemberlakuan Ujian Nasional sebagai syarat bagi siswa lulus belajar secara
nasional, merupakan penyimpangan dari hakikat belajar yang sebenarnya. Sehingga
terkesan bahwa belajar hanya dituntut mampu menjawab soal, bukan memecahkan
persoalan. Pendidikan seharusnya memberikan ketentraman kepada peserta didik, kepada
masyarakat belajar bukan sebaliknya malah memberikan kecemasan dan ketidaknyamanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar